Voice of The World

Voice of The World
"Merengkuh langit dan memeluk awan memang mustahil. Namun mimpi adalah hak setiap anak di muka bumi."

Selasa, 25 Agustus 2015

Catatan Tak Berujung

Seperti yang kalian sudah tau kawan, menjadi anak kuliahan memang memiliki suka dan duka tersendiri. Masa kuliahku sudah berjalan selama setahun lamanya dan kudapati diriku berdiri diantara lintang. Mereka bersinar cerah. Berbeda warnanya, berbeda bentuknya, namun mereka adalah bintang yang bersinar bagai cerahnya mentari di kegelapan malam. Berbinar diantara kehampaan ruang dan waktu. Kelas kecilku, galaksi cerah tempat para sinar bertemu dan melukis dunia.

Keseharianku biasa dimulai dengan sesi main kartu pagi bersama Freddy, Rico, Vincent, Melia, Nico, dan Tuti. Pagi beku yang menyelimuti depan ruang kelas 3218 memang sahabat kami seraya melempar berlian dan hati. Kuingat keceriaan kami yang semakin rusuh apabila Freddy menantang, atau saat Melia tak terkalahkan sepanjang permainan. Kami sangat pandai dalam hal ini. Statistika kami mungkin bagus karena permainan mendidik yang satu ini. Kadang mataku melirik Melli, avant garde kami ini mungkin tidak bisa bermain kartu, namun melihatnya saja membuatku heran. Apa yang dilakukan gadis negeri seberang di kota ini? Sempat aku tertarik gadis bawel ini karena body-nya. Kalau gadis cantik itu bagai Gitar Spanyol, maka Melli mirip dengan Cello Jerman. Hal ini berbeda dengan Melia. Gadis mungil berbadan petite ini sangat mirip dengan alat musik pujaan hatiku, biola. Ya, kutemukan sebuah mahakarya kehidupan yang lahir dari ketidaksempurnaan dan perjuangan manusia dalam dirinya. Seringkali kita meremehkan seseorang karena yang kurang darinya sehingga kita menutup mata dan telinga dari rahasia dunia. Pertama aku melihat gambar yang Melia buat, bisa kubilang kawan, aku tercengang. Sebuah mahakarya dalam selembar kertas pink selalu membuatku takjub. Hasil pekerjaan Melia yang kuanggap sebuah mahakarya mahasiswa baru.

Menggambar Teknik - Derita para MaBa FTI
 Hidupku di kelas mungkin tidak bertahan lama bila tidak ada Tina. Gadis bersuara indah ini adalah favoritku dalam hal mencontek pekerjaan atau guyonan. Kekocakan suara Tina membuat semua orang merasa hidup dibalik air mata saat mendapat nilai C di Kartu Hasil Studi. Berhutang banyak aku padanya yang sering mengantarku pulang kerumah. Kuakui bahwa mungkin aku tidak begitu dekat dengan Bayu, Rea dan Bryan. 3 sekawan konyol ini memang jarang muncul di kelas. Hal lain yang membuatku kurang mengenal mereka karena aku ga pernah nongkrong di payungan kampus. Namun kawan, untuk mengerti siapa seseorang, sebenarnya tak perlulah kau mengenal mereka sampai akarnya. Kuakui 3 orang yang senang bercanda denganku ini membuat duniaku yang membosankan jadi penuh cerita. Tak pernah terbayang dalam benak bahwa mereka orang paling friendly di kelas kami. Sebuah kejutan yang tak pernah terbayang.

Tuti, Tira, dan Angel, bidadari eksotis kelas yang memang jarang ngobrol denganku. Dibalik kediaman diantara kami, kurasakan hal yang menyentuh bahwa memperccayai seorang teman memang berarti besar. Kami yang jarang bercanda ternyata sangat jujur dengan perasaan. Kuingat beberapa waktu lalu aku curhat sama Tira, bikin deadline sama Tuti, atau pergi ke bioskop bareng Angel dan anak-anak lain. Dibalik kediaman, sebuah cerita selalu saja terjalin, kawan. Pernahkah kau berpikir kalau kau beruntung dengan semua kegilaan ini?

Freddy, Rico, Nico, Vincent, dan Stefanus, temanku melewati kerasnya dunia diantara kaum wanita. Diantara kami berenam mungkin Rico adalah panutan kami dalam urusan wanita. Sesepuh kami ini setia sekali dengan pacarnya. Lain lagi dengan Nico dan Stefanus, tokoh agama yang selalu mendorong iman kami untuk menghindari kejahatan dunia. Jika kalian bertanya apa yang aku, Freddy, dan Vincent lakukan, seharusnya kalian sudah tau. Memburu gadis cantik di fakultas sini dan seberang. Tolong dimaklumi saja kejombloan kami. Tapi kurasa kedua sahabatku pasti mendapat gadis impian mereka. Freddy dengan kakak tingkat kami, dan Vincent dengan gadis negeri seberang. Amin!

Pagi beku sahabat kami tiap Sesi 1
Sebuah dunia kecil yang diwarnai dengan tawa, tangis, derita, dan kebahagiaan. Lengkap sudah bagian hidupku di kampus karena mereka. Mungkin memiliki sedikit sahabat yang dapat kupercaya daripada 1000 teman dengan jutaan topeng. Angin dingin kadang membuat tanganku yang gemetar untuk menyimpan hal yang berharga dalam saku celana. Ingin aku menyapa Shangri-La kecilku ini setiap saat. Sebuah utopia yang menjadi nyata sudah lengkap. 16 benih yang mulai bertunas berdekatan ini tumbuh bersama dengan senda gurau mereka. Kelas kecil yang kutempat selama 3 tahun kedepan bersinar bagai Lintang Kemukus. Terhampar luas dan melukis kanvas gelap di langit berawan dengan teman sang rembulan. Kami hanya anak-anak kecil alam yang tumbuh bersama dan ingin menyapa dunia. Kupikir Bapa Surgawi senang menulis cerita konyol yang kami alami dalam buku hariannya pula. Kalau tidak, bagaimana hidup kami dapat selalu berwarna setiap gulir waktu?


Keenam belas tunas kecil ini suatu saat akan berdiri dan bersinar. Layaknya jutaan titik bintang dilangit, menggambarkan mimpi kami yang tidak terhitung jumlahnya. Kami berbeda, kami berwarna. Kami tumbuh, kami bersinar. Kamilah ke 16 Tunas Bintang manusia. Mahakarya alam yang disatukan dalam sebuah kelas kecil yang dipenuhi memori dan deru langkah kaki. Kami melangkah dengan sejuta cerita yang tidak dapat dikumpulkan. Ingatan buah hati dunia tidak muat dalam sebuah catatan. Semester awal dimana kami bertemu hanyalah permulaan. Kadang kuejek bunga lili yang tumbuh liar di jalanan. Cerita kami akan memenuhi buku sejarah kehidupan. Sebuah catatan yang tidak berujung, bagai ujung pelangi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar