Voice of The World

Voice of The World
"Merengkuh langit dan memeluk awan memang mustahil. Namun mimpi adalah hak setiap anak di muka bumi."

Selasa, 11 Agustus 2015

Buah dari Pengetahuan

Aku sangat menyukai apel, buah eksotis ini menjadi pilihanku karena rasa dan warnanya yang bervariasi. Kau tau kawan? Dongeng mengatakan bahwa apel adalah buah pengetahuan dalam dongeng yang sering kubaca. Aku tertarik sekali dengan hal-hal religius. Banyak sekali aku belajar mengenai penyakit doktrin yang didera manusia masa kini.

“Jam 10 malam,” pikirku, “nongkrong di depan rumah lah.”

Setiap jam 10 malam aku terbiasa duduk diluar menikmati ketenangan alam. Pada jam dimana semua orang terlelap adalah masa yang paling indah bagiku. Alam Magelang memang sangat lekat di benakku. Tak pernah kusangka di kota kecil ini kutemukan siapa diriku. Kenangan akan pagi pertama aku menghirup udara kota ini seakan cuma ilusi sekarang ini. Hembusan angin dan tarian awan yang biasa kurasakan di pinggir sawah belakang rumah mungkin paling kurindukan. Malam semakin gelap dan tak kusangka malam ini aku terlelap di depan rumah.

Dibesarkan dalam keluarga Chinese kadang cukup menyulitkan. Banyak tradisi yang diemban, terutama bagi anak laki-laki penerus nama keluarga. Bisa kubilang bahwa keluargaku cukup keras dalam hal mempertahankan tradisi. Ada orang berkata bahwa orang Chinese tidak bisa disebut beragama. Ya kawan, memang begitu adanya. Sejauh apapun agama melarang tradisi, kami  tetap melakukan tradisi warisan nenek moyang kami.

Pernah dulu ketika masa mudaku, aku berkeinginan untuk menjadi seorang Buddhis. Ya, aku  yang berapi-api sempat menggilai ajaran sekte Nichiren Shoshu. Kutemukan ketenangan dalam ibadahku. Namun aku dihadapkan pada kenyataan pahit dimana bila aku memilih agama, kutinggalkan tradisi terlebih dahulu. Aku seorang Chinese, dan sudah jelas aku memilih tradisi lebih dari apapun. Kekecewaanku cukup besar pada ajaran ini hingga sampai pada titik aku tidak mau terikat dogma gila itu. Kutemukan kembali diriku menjadi bagian dari kehidupan agnostik. Kuikuti kegiatan-kegiatan yang lebih tradisional seperti wushu dan barongsai. Anggaplah sebagai pelarian. Aku tidak peduli.

Diriku yang agnostik cenderung membuatku seperti orang rasis. Kutemukan kejanggalan dimana aku sangat membanggakan apapun yang kumiliki dan kuketahui. Kujadikan diriku sebagai seorang Chinese sejati yang anti dengan budaya luar. Hal yang akhirnya runtuh ketika kuketahui bahwa aku juga mewarisi darah Jepang nenek buyutku. Ya kawan, pernahkah kalian bingung dengan hal apa yang harus kalian lakukan? Pernahkah kalian ragu tentang siapa diri kalian?


Apakah buah dari pengetahuan adalah kebingungan? Apakah pengetahuan selalu menggoyahkan? Apakah buah pengetahuan itu baik dan benar? Kadang adakalanya kita terjebak dengan pemikiran kita sendiri. Terkunci dalam lingkaran yang tak pasti. Apakah kebaikan? Apakah kejahatan? Apakah mereka layak disebut demikian? Apakah selalu demikian?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar