Sejauh ingatan masa
kecilku, Hari Raya Idul Fitri atau yang selama ini disebut Lebaran selalu
terjadi pada saat rambutan mulai memerah. Indra kecil yang hidup diantara
keragaman masyarakat Jawa ingat betul semua rumah yang ia kunjungi di desa
kecil itu memiliki sebatang rambutan di setiap rumah. Rumah masa kecilnya yang
masih dibangun dengan semen dan sedikit anyaman itu tersembunyi diantara rindangnya
pohon berbuah merah itu. Dari jendela kayu tak berkaca, buah bulat berair manis
itu sangat mudah diraih tangan kecilnya.
“Ternyata, pohon
juga memiliki rambut,” ia bergumam, ”apa semua buah berambut merah?”
Kuingat seorang
gadis belia berlari kearahku, Santi namanya. Kulit seputih kapuk randu, dengan
senyum manja di wajahnya. Kuingat jelas teman masa kecilku itu senang bermain
di halaman depan rumahku yang beralaskan tanah dan pasir lembut itu. Santi
adalah satu-satunya gadis keturunan di kampung kecil itu. Bisa kubilang dia
adalah bekisar tercantik yang pernah kutemui.
Bekisar, ungkapan
ini sering ditujukan pada gadis berdarah campuran. Santi yang berwajah Jawa itu
memiliki mata coklat yang sipit dan pipi berlesung bagai buah jambu air.
Seperti orang-orang lain yang menyembunyikan darah campurannya pada masa Orde
Baru, Santi terus mendapat ejekan karena kulit kapuk randunya. Ya, bekisar
cantik ini sering merasa tertekan setiap bertemu dengan gadis sebayanya yang
berkulit sawo. Mungkin masa yang menyenangkan baginya adalah saat lebaran.
Bukan karena hari libur terpanjang di sekolahnya, namun karena aku si anak
rambutan ini datang dan mengobati kebenciannya akan kulit dan mata itu. Kami
sangat sering bermain bersama. Kedekatan kami sudah bagai kakak perempuan dan
adiknya. Maklum saja, Santi berusia 3 tahun lebih tua dari diriku.
Santi dan hamparan Krisan Kuning |
Suasana alam
membuat kami melantunkan tawa. Awan bergerak tanpa mengurangi sinar rembulan.
Tidak akan lagi kudapati malam seperti itu kawan. Malam indah itu terjadi
ketika umurku 5 tahun. Sejauh yang kuingat saat itu kudapati petani masih
menumbuk padi yang dipanen dan kerbau yang membajak sawah dengan kakinya. Suatu
masa dimana orang-orang bercaping masih menaiki sepeda onthel dan anak kecil
bermain kelereng.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar