Masa SMA adalah masa kelabu bagi setiap remaja. Masa peralihan katanya. Indra muda terkenal akan kepiawaiannya dalam menjadi dingin di SMA-nya.
"Siapa yang tidak mengenal Cina angkuh yang tidak memiliki teman itu," tandas seorang pemuda, "siapa juga yang tidak tahu si Indra itu?"
Aku sudah kebal dengan berbagai hinaan dari orang pribumi yang rasis begini. Kuakui beberapa dari mereka sangat tidak menyukai tingkahku yang terbawa dari Jakarta. Mereka ingin aku menjadi orang lain. Mereka ingin aku memakai topeng untuk menutupi siapa diriku. Itu yang mereka inginkan. Kau tahu kawan? Aku muak dengan masa SMA-ku. Kukira sikap dingin dan tidak peduliku akan segala urusan payah dan sok dewasa remaja membuatku menjadi pribadi yang baik. Berhasil kupertahankan diriku yang tidak pernah menyentuh rokok, alkohol, maupun benda laknat lainnya. Aku puas menjadi diriku yang dewasa sepenuhnya daripada separuh matang seperti mereka yang ada di sekolahku itu.
Kenangan menyenangkan semasa SMA sepertinya tidak pernah kumiliki. Tahun pertamaku di SMA membuatku membenci siapapun. Kehidupan Jakarta memang kejam. Bahkan diantara orang keturunan. Aku yang terkenal cukup pandai di kelas hanya dimanfaatkan orang sekelas. Manusia berkulit putih memang kejam dan licik. Kuakui kekurangan dari keturunanku. Kelas 1 SMA kulalui dengan penuh amarah. Ya, aku bahkan mencari musuh. Bahkan kakak tingkatku sempat mengancamku. Lihatlah tingkah bodoh primata tak berekor itu. Hanya karena usia lebih tua, tingkahnya sudah seperti dewa. Kusebutkan satu persatu juga tidak ada habisnya. Aku membenci mereka semua. Ya, bahkan mereka yang berada di kelasku.
Magelang - Oktober 2012 |
Tidak ayal dengan tahun kedua dan ketigaku di Magelang. Semua sama saja. Bisa dibilang bahwa aku dikelilingi oleh orang aneh dan tak berpendirian seperti itu. Kuakui bahwa aku memang mudah tersinggung dan tidak suka banyak omong. Mungkin hal inilah yang membuatku dapat menjadi sahabat baik semua guru. 3 tahun di SMA, dan kudapat banyak teman dari mereka yang sudah berumah tangga, pensiunan, bahkan veteran. Indra yang berumur tanggung terkenal diantara orang berusia 30 tahunan. Ya, dikenal bahkan segala keluh-kesahnya, kekecewaannya terhadap dunia. Berteman dengan orang dewasa memang lebih menyenangkan kawan. Ketika temanku sibuk balapan di jalan hingga kecelakaan, kau bisa melihatku berbicara hangat bersama sekelompok veteran renta sambil mengunyah singkong rebus. Aku menyukai cerita mereka yang penuh kejujuran. Lihat mata mereka yang berkaca. Aku menangis duluan rupanya.
Bila kau bertanya padaku siapa kawanku. Akan kujawab mereka adalah orang-orang dengan keriput di wajahnya. Mereka adalah orang kedua yang mengerti siapa diriku setelah keluargaku sendiri. Kuingat jelas ketika aku tidak ikut corat-coret baju SMA. Aku sadar bahwa aku melupakan momen yang mungkin paling ditunggu setiap anak SMA. Kuurungkan niat itu setelah kuingat temanku, seorang yatim piatu yang kukenal karena sering kutemui dia setelah menggarap ladang pamannya. Dia batal masuk sekolah karena tidak memiliki seragam. Kusumbangkan seragam lamaku ke sekolah. Aku puas, aku sadar bahwa nuraniku masih ada. Hampir separuh remaja Indonesia bersekolah tanpa menggenakan kemeja putih dan celana abu. Kenapa dicorat-coret baju yang masih bagus dan layak itu? Aku bertanya pada ikan yang kutemui di sela-sela batu. Mereka hanya memalingkan badan mereka rupanya.
Aku berbeda. Kuakui itu. Berteman dengan golongan bawah, bersenda gurau dengan orang berkulit sawo matang yang keriput dan renta. Ah, aku memang berbeda.Apakah aneh bila seorang pemuda keturunan Cina melakukan hal ini? Hai alam, beritahu aku. Siapakah aku? Harus jadi apa diriku? Sehingga mereka yang seumur denganku dapat mengerti aku?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar