Belum lama ini aku
membaca sebuah kisah yang tajam, Hamlet. Pernahkah kalian membaca
tragedi legendaris ini? Sebuah romansa penuh tragedi dimana balas dendam adalah
maut yang membahagiakan?
Alkisah, ada sebuah
keluarga kecil yang berkecukupan untuk memenuhi kebutuhan hidupnya. Sang ayah
memiliki 4 orang saudara, 1 perempuan dan 3 lelaki. Sang ayah adalah orang yang
hanya bisa berjuanng keras demi memberi makan saudara dan keluarganya. Sang
kakak perempuan adalah orang yang miskin sehingga dipinjamkan sang ayah peti
emas yang sangat mahal agar sang kakak perempuan tidak diusir dari rumahnya.
Namun naas, uang sang ayah tidak dikembalikan dan sang kakak perempuan tidak
mau membayarnya dengan alasan tidak ada surat perjanjian. Kini, sang kakak
perempuan hidup berkecukupan.
Kakak lelaki sang
ayah yang kaya menitipkan putranya yang sulung padanya. Anak itu dibesarkan
dengan baik, namun naas karena sikap anak itu yang rusak, ia meminta untuk
dikembalikan pada keluarga aslinya. Anak yang keras kepala tersebut mengatakan
hal yang buruk mengenai sang ayah. Kini, sang ayah harus menanggung malu akibat
dusta yang kejam.
Ayah satu ini
sangatlah baik, dipinjamkannya sebuah rumah untuk adiknya lelaki untuk memulai
usaha. Namun karena sang adik sangat bodoh, ia membuat usaha ilegal tanpa
sepengetahuan kakaknya. Saat usaha busuk itu tercium polisi, sang ayah
menanggung beban lebih berat karena ketidaktahuannya akan kebodohan adiknya. Ia
mendekam 9 bulan dibalik jeruji hingga keluarganya cukup sekarat.
Kakak lelaki kedua
sang ayah hanyalah pemabuk dan penjudi. Ia adalah tanaman merambat yang
membunuh pohon tempat hidupnya. Dia ditampung hidup oleh sang ayah sehingga
memberatkan kehidupan dirinya dan keluarganya.
Karena kebaikan dan
ketulusan hatinya, sang ayah hidup penuh derita. Anaknya yang sulung harus
terseok-seok dalam pendidikannya. Anaknya yang wanita kini hidup dalam
kesederhanaan yang memprihatinkan. Sang istri kini mau tidak mau harus pergi
dan tinggal di pinggiran kota bersama kedua anaknya agar biaya makan lebih
murah. Usia tua sang ayah mulai menjadi penghalang. Setelah dipisahkan hidupnya
dari istrinya, ia mulai sakit-sakitan karena pola hidup dan tempat tinggal yang
tidak layak di kota. 3 bulan sekali ia mengunjungi keluarga kecilnya hanya
untuk melepas rindu selama seminggu.
Sang anak lelaki
adalah orang yang pendendam. Ia dendam akan ulah orangtua sepupunya yang tidak
tahu malu dan amoral. Namun sang ayah berkata pada anaknya.
“Benih kebajikan
ini kutanam untukmu, putra dan putri kecilku. Buahnya yang begitu manis akan
menghidupimu kelak.’”
Sang anak lelaki
kini hanya menatap nanar tanpa emosi. Dilihatnya kini, sang kakak perempuan
terkena penyakit hingga tidak bisa menikmati harta kekayaannya. Lihatlah kedua
anaknya berjuang bagai primata yang tau induknya sekarat. Adalagi sang adik
lelaki yang kini dirundung hutang dan tak memiliki anak dari istri yang mandul
dan cabul. Belum lagi sang kakak yang kini menjadi miskin karena ulah anak
lelakinya yang rusak moral dan hidupnya. Kakaknya yang lain, kini sudah berada
di dalam sebuah peti.
Kebajikan sang ayah
adalah benih buah surga bagi anaknya. Sang anak yang dendam hatinya kini tahu,
bahwa dunia ini penuh keanehan. Dalam kesusahan orang lain, ia menemukan
kesenangan. Manusia memang tidak sempurna, lemah dan banyak kekurangan. Kadang
mereka tidak perlu membalas dendam. Sang waktu yang tak berujung membuat dendam
bertabur gula. Sang anak tahu bahwa dendam adalah hal yang salah. Namun
alangkah susahnya, bahkan bagi orang beriman untuk melupakan rasa pahit kopi di
dasar lidah.
Kupikir William
Shakespeare adalah seorang filsuf yang baik. Dia tidak mendongeng laiknya
penulis lain. Dalam tulisannya yang dingin ia berteriak. Sang Khalik tidaklah
munafik. Dia yang Maha Tahu menulis semuua cerita dalam diari, menunggu waktu
untuk terjadi. Hamlet, tidak ada kebahagiaan dalam sebuah dendam. Gula
hanya menaburi dendam, menyembunyikan kisahnya diantara bulir salju semesta
alam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar