Voice of The World

Voice of The World
"Merengkuh langit dan memeluk awan memang mustahil. Namun mimpi adalah hak setiap anak di muka bumi."

Minggu, 16 Oktober 2016

Lirih Angin & Jam Dinding

Terkadang aku berpikir bahwa Tuhan membuatku menjalani kehidupan yang begitu aneh. Tidak pernah ada di benakku bahwa waktu berjalan begitu cepat. Aku berubah, dan begitulah seluruh kehidupan ini menjadi. Aku kembali berangan apa aku akan kembali berlari menjadi bagian dari angin. Hai kawan, kurasa aku merindukan langit kala itu.

Tidak terasa waktu berputar begitu cepat, dan aku tahu diriku terjebak diantaranya. Menyenangkan menurutku, tapi semua berlalu begitu mudah. Aku mungkin terlalu acuh akan semua itu, atau aku memang menjadi bagian dari kisah Sang Agung. Aku merenung bahwa tawa angin begitu mudahnya membuat jiwaku hilang dibalik awan. Kolong langit adalah tempatku mengeluh akan semua kebosanan yang kujalani. Hai kawanku, apakah menurutmu kematian itu?

Aku selalu mencintai kehidupan, segala sesuatu indah baginya. Semuanya hidup di dunia ini, cinta, perasaan, bahkan jiwa. Aku menoleh kepada Indra sobatku lagi. Dia banyak merenung beberapa hari ini. Orang gila menurutku, tapi memang begitulah sahabatku ini. 

"Kawan, mengapa semua orang mencintai kehidupan, tapi membenci kematian," tanyaku padanya. "Segala sesuatu indah saat mereka hidup, dan menjadi buruk saat berakhir."

Indra menoleh kepadaku dan menjawab dengan mata yang sayup, "Kau tahu kawanku? Kehidupan semata hanyalah sebuah kebohongan yang indah. Kematian, hanyalah sebuah kenyataan pahit bagi beberapa sosok kehidupan. Tentu kau tahu, bahwa kau tidak bisa lari dari kematian, dia hanyalah kawan lama yang mengejarmu dalam permainan petak umpet."

"Apa kau peduli akan kematian, perpisahan itu sendiri?", tanyaku.

"Aku tidak begitu peduli. Apakah kematian semengerikan itu hingga ia menakuti dirimu?", jawabnya lirih. "Kau tahu kawanku, tidak ada satu jiwapun yang luput dari maut. Kau tidak bisa menutup telinga dan matamu. Kematian berada sangat dekat pada semua orang. Dia adalah sahabat lama, kita hanya menunda kedatangannya untuk jangka waktu yang cukup lama."

Jawaban itu membuatku tertegun. Indra muda adalah sosok yang bisa kubilang, mengagungkan kematian. Ia berteman dengan perpisahan dan kesedihan sedari muda. Aku bingung kenapa semudah itu baginya untuk akrab dengan kesedihan. Kawanku ini seorang sahabat yang gila. Ia terobsesi dengan sesuatu yang diluar nalar. Ia begitu mengerti bagaimana jam dinding berputar dan mengejar semua insan. Segala sesuatu memiliki awal dan akhir. Aku bisa mengerti meskipun tidak begitu keinginanku. Indra, apakah kematian itu sendiri bersahabat denganmu?

Aku sadar bahwa kawanku ini memilih jalan sunyi berangin di dalam hidupnya. Jauh dari keramaian. Engkau bisa melihat dirinya menapaki jalan kelabu diantara pepohonan, langit biru, dan deru angin. Ia tidak goyah hanya karena ia berbeda. Aku tahu bahwa sebenarnya dirinya sangat rapuh. Ia berusaha kuat untuk melawan hawa nafsunya. Hidup mungkin memiliki cermin yang berbeda. Kupikir, tidak mudah menjadi dirinya. Aku memilih menjadi diriku sendiri yang ceria dan penuh tawa. Tapi sobat karibku begitu murung akan segalanya.

Aku yakin sangat mudah bagi seorang wanita untuk jatuh hati kepadaku yang kupikir, memiliki berbagai wajah untuk menipu. Tapi aku kuatir dengan sobatku ini, dia begitu dingin, acuh, dan kaku. Aku berkawan dengannya semenjak diriku terjun ke dalam kisah kehidupan, namun semua menjadi aneh saat kami mulai dekat satu sama lain. Tapi kawan, kupikir kawanku sedang jatuh cinta.

"Kau tahu sobat? Kupikir aku adalah orang yangg paling tidak setia pada usiaku. Aku tidak bisa mencintai seorang gadis untuk waktu yang lama. Apalah dayaku yang hanya bisa jatuh cinta pada gadis yang sama setiap harinya. Kurasa Tuhan menciptakan aku untuk sebuah kisah yang begitu aneh.", jawabnya padaku.

Jam dinding terus berdetak, dan bulan Oktober memasuki puncaknya. Kurasa kami sedang dilanda cinta, bahkan kepada kematian sebagai bagian dari kehidupan. Aku tidak bisa menebak gadis mana yang ingin dipeluknya. Namun yang pasti, Tuhan menciptakan gadis itu sebagai pelangi di ujung jalan yang kami susuri.

- Oktober 2016 -

Tidak ada komentar:

Posting Komentar