Voice of The World

Voice of The World
"Merengkuh langit dan memeluk awan memang mustahil. Namun mimpi adalah hak setiap anak di muka bumi."

Minggu, 30 Oktober 2016

Indra & Me : Two Mirrors

I have never been through such a big love. Many says that I am too young for love but too old to be single. Life is surely confusing is not it? God created me in a way that none would understand. I know deep down that I have two personages; Indra and me. 

I am a bubbly, funny, upbeat and cheerful guy. The exact opposite of me is Indra, my other personage. Compared to me, he is silent, stoic, blunt, and apathetic. We view life in the exact opposite. If I view life as being rose-colored, I can tell that his will be grey-colored. To the exact opposite, we are very similar in manner.

“Thou art I, and I am thou. From the sea of thy soul, I come”.

I always heard that voice in my dreams, it happens to both of us. We know it better than anyone else, that both of us lives inside this flesh. To make matters worse; we both fall in love with the same girl. I still remember the first smile she showed me. It was beautiful above anything else. I can still remember how she yells at me; the way she plays along with anything. I do not know how many times I was saved by her smile, but it lets me to have some rest in a sparkling peace.

Indra is another personality that comes from the sea of my soul. I have always been alone in my life. I stood up by myself, facing the hardships surrounding me like the wave of southern seas. Indra is the only one who holds me dearly when I am in need of friend. Because of that, we are similar. He is me, and I am him. Indra is the symbol of my apathy towards life. We are the exact opposite. My love to her can be seen as lust in his eyes. But you know, we are confused of everything. The first time I see Indra in my dream, gazing the starry skies in the vast galaxy. 

“My dearest, are you well”?

Indra is the exact opposite of me. He is friendlier to death and loss. Once, he told me that no one loves him because he is the painful truth of me as I am the beautiful lie. I always want to ask people how they see me. To the funny thing is, they see me as a beautiful truth. What is truth and what is lie? We both laugh together as we see that life goes on, and leaving death behind. We pat Death like an old friend. We have been as friendly as we could be with him. Death told me something that he never told us before.

“Life goes on. They walk in a steady pace, leaving us behind. People, come with her and go with me. But both of you should know, that I leave love behind”.

I rode with Indra the other day to Magelang. Memories of this beautiful peace come to my mind like a vast tsunami. Indra sits at the back of my seat, pouring his hands to the one that creates him. As life is cheerful to God, death is very thankful for the memories he always shares with everyone. Indra knows that he is a symbol of death. He knows well that even if he dies, his love for the same woman that I love will remain the same. No one can escape the Great Time. He delivers all equally to the same end. Both of us know that we cannot pretend like it will not happen. But my dearest, do you know that both in life and death, I still love you?

“I might have lost my sky chord. Indra said that it does not matter. Since we wrote this chord in our memories of you”.

Minggu, 16 Oktober 2016

Lirih Angin & Jam Dinding

Terkadang aku berpikir bahwa Tuhan membuatku menjalani kehidupan yang begitu aneh. Tidak pernah ada di benakku bahwa waktu berjalan begitu cepat. Aku berubah, dan begitulah seluruh kehidupan ini menjadi. Aku kembali berangan apa aku akan kembali berlari menjadi bagian dari angin. Hai kawan, kurasa aku merindukan langit kala itu.

Tidak terasa waktu berputar begitu cepat, dan aku tahu diriku terjebak diantaranya. Menyenangkan menurutku, tapi semua berlalu begitu mudah. Aku mungkin terlalu acuh akan semua itu, atau aku memang menjadi bagian dari kisah Sang Agung. Aku merenung bahwa tawa angin begitu mudahnya membuat jiwaku hilang dibalik awan. Kolong langit adalah tempatku mengeluh akan semua kebosanan yang kujalani. Hai kawanku, apakah menurutmu kematian itu?

Aku selalu mencintai kehidupan, segala sesuatu indah baginya. Semuanya hidup di dunia ini, cinta, perasaan, bahkan jiwa. Aku menoleh kepada Indra sobatku lagi. Dia banyak merenung beberapa hari ini. Orang gila menurutku, tapi memang begitulah sahabatku ini. 

"Kawan, mengapa semua orang mencintai kehidupan, tapi membenci kematian," tanyaku padanya. "Segala sesuatu indah saat mereka hidup, dan menjadi buruk saat berakhir."

Indra menoleh kepadaku dan menjawab dengan mata yang sayup, "Kau tahu kawanku? Kehidupan semata hanyalah sebuah kebohongan yang indah. Kematian, hanyalah sebuah kenyataan pahit bagi beberapa sosok kehidupan. Tentu kau tahu, bahwa kau tidak bisa lari dari kematian, dia hanyalah kawan lama yang mengejarmu dalam permainan petak umpet."

"Apa kau peduli akan kematian, perpisahan itu sendiri?", tanyaku.

"Aku tidak begitu peduli. Apakah kematian semengerikan itu hingga ia menakuti dirimu?", jawabnya lirih. "Kau tahu kawanku, tidak ada satu jiwapun yang luput dari maut. Kau tidak bisa menutup telinga dan matamu. Kematian berada sangat dekat pada semua orang. Dia adalah sahabat lama, kita hanya menunda kedatangannya untuk jangka waktu yang cukup lama."

Jawaban itu membuatku tertegun. Indra muda adalah sosok yang bisa kubilang, mengagungkan kematian. Ia berteman dengan perpisahan dan kesedihan sedari muda. Aku bingung kenapa semudah itu baginya untuk akrab dengan kesedihan. Kawanku ini seorang sahabat yang gila. Ia terobsesi dengan sesuatu yang diluar nalar. Ia begitu mengerti bagaimana jam dinding berputar dan mengejar semua insan. Segala sesuatu memiliki awal dan akhir. Aku bisa mengerti meskipun tidak begitu keinginanku. Indra, apakah kematian itu sendiri bersahabat denganmu?

Aku sadar bahwa kawanku ini memilih jalan sunyi berangin di dalam hidupnya. Jauh dari keramaian. Engkau bisa melihat dirinya menapaki jalan kelabu diantara pepohonan, langit biru, dan deru angin. Ia tidak goyah hanya karena ia berbeda. Aku tahu bahwa sebenarnya dirinya sangat rapuh. Ia berusaha kuat untuk melawan hawa nafsunya. Hidup mungkin memiliki cermin yang berbeda. Kupikir, tidak mudah menjadi dirinya. Aku memilih menjadi diriku sendiri yang ceria dan penuh tawa. Tapi sobat karibku begitu murung akan segalanya.

Aku yakin sangat mudah bagi seorang wanita untuk jatuh hati kepadaku yang kupikir, memiliki berbagai wajah untuk menipu. Tapi aku kuatir dengan sobatku ini, dia begitu dingin, acuh, dan kaku. Aku berkawan dengannya semenjak diriku terjun ke dalam kisah kehidupan, namun semua menjadi aneh saat kami mulai dekat satu sama lain. Tapi kawan, kupikir kawanku sedang jatuh cinta.

"Kau tahu sobat? Kupikir aku adalah orang yangg paling tidak setia pada usiaku. Aku tidak bisa mencintai seorang gadis untuk waktu yang lama. Apalah dayaku yang hanya bisa jatuh cinta pada gadis yang sama setiap harinya. Kurasa Tuhan menciptakan aku untuk sebuah kisah yang begitu aneh.", jawabnya padaku.

Jam dinding terus berdetak, dan bulan Oktober memasuki puncaknya. Kurasa kami sedang dilanda cinta, bahkan kepada kematian sebagai bagian dari kehidupan. Aku tidak bisa menebak gadis mana yang ingin dipeluknya. Namun yang pasti, Tuhan menciptakan gadis itu sebagai pelangi di ujung jalan yang kami susuri.

- Oktober 2016 -

Sabtu, 01 Oktober 2016

Kilau Serpihan Kaca

Belakangan ini aku kerap bermimpi buruk, aku diliputi keresahan yang tidak dapat kupungkiri. Ada hal menyebalkan yang terjadi beberapa hari ini. Ya kawan, aku menunggu patah hati. Indra muda adalah seseorang yang sensitif dan sentimental. Ia begitu impulsif, agresif, dan keras kepala. Kupikir ada benarnya bila seseorang yang memiliki kobaran api dalam hati kecilnya bertindak demikian. Aku tidak akan menyalahkan siapapun mengenai hal ini. Cinta mungkin adalah pemadam yang tepat bagi lidah api yang menjilat dalam benaknya. Hatinya begitu kacau, ibarat kaca, ia hanyalah setumpuk serpihan berkilau, menunggu untuk disatukan.

Aku melihat bahwa Indra baru saja menghancurkan sebuah kaca yang dimilikinya. Aku terkejut untuk beberapa saat, beranggapan bahwa dia pasti gila karena menyakiti dirinya. Tapi kawan, jika kalian mengenalnya, kau hanya akan menganggukkan kepala. Ada saat dimana dirinya memberikan senyum di wajah seseorang yang muram. Jiwanya goyah karena hati kecilnya mencintai 2 orang yang sama. Kau tahu kawan? Tentu saja itu sudah tidak muat lagi. Ia harus menghancurkan salah satunya, atau yang lebih buruk, keduanya. Tapi kupikir sobat karibku ini memang gila, ia memilih menghancurkan keduanya. Kau tahu kawan, egois namanya bila seorang pemuda jatuh hati kepada 2 gadis yang sama. Itu hanyalah penipuan, dan seperti yang kualami, lebih baik engkau tidak memilih keduanya. Aku memandang Indra dengan tatapan tajam. Ia tersenyum. Aku berpikir apakah dia senang melihat kedua burung dalam sangkar terbang lepas mencari sarang hati yang baru di balik awan. Kawanku ini, memanglah gila.

Aku bertanya, "Indra, kulihat engkau tersenyum. Apakah engkau bahagia sekarang?". Indra melamun sejenak lalu membalas tatapanku dengan wajah yang tenang, "Kau tahu kawan, melepaskan kedua burung memanglah sakit rasanya. Tapi bukankah lebih baik melepas daripada menempatkan mereka dalam sangkar yang dipenuhi ketidakpastian. Aku tahu melepas mereka tidaklah mudah, sementara hatiku hancur dibuatnya". Kubalas pernyataan itu, "Kau terlihat yakin?". Ia menjawab, "Manusia diciptakan berpasangan, tidak ada yang berat sebelah, maka cinta yang mengarah lebih dari 1 orang adalah kepalsuan. Kulepas kedua burung ini, dengan sangkar yang tetap terbuka, menunggu seekor yang baru kembali. Sobatku, jangan engkau mencari yang meremukkan hati. Carilah mereka yang mampu menyatukan kembali semuanya!".

Kalian sudah dengar bukan? Kawanku ini memang orang gila! Tapi kawan, jika engkau jatuh cinta. Kudoakan bila itu terjadi hanya dengan satu orang. Jika kau mendapati 2 orang, lepaskan semuua itu. Karena siapapun yang engkau lepas, akan menyakiti dirimu sendiri. Kau tahu, serpihan kaca adalah hal yang sangat sulit disatukan kembali. Jika hati kuibaratkan kaca, maka satu orang yang akan menyatukan serpihan yang berkilau ini adalah sebuah mimpi yang tidak bisa kubayangkan.