Hidup memang berwarna, seperti yang sempat kuberitahukan kawan; Indra membenci politik. Terkadang awan bergerak dengan riang bagai anak kecil yang berlarian di pematang sawah. Aku melihat dunia ini begitu dinamis. Mereka berputar dan mengembara sampai tersesat dan tidak tahu harus kemana. Zamrud Khatulistiwa, begitu sekitar menyebutnya. Aku hidup di atas tanah hijau yang subur karena jutaan darah yang tertumpah. Ah! Sangat menyebalkan. Jika manusia dapat hidup di atas penderitaan, maka aku merupakan salah satunya.
John F. Kennedy sempat berkata, " Jika politik itu kotor, puisi akan membersihkannya. Jika politik bengkok, sastra akan meluruskannya". Aku benci untuk mengakui kebenaran tersebut. Media massa sesungguhnya merupakan pekerjaan yang kotor. Dibalik ketenaran yang kita lihat di balik layar persegi panjang, banyak drama dan perang yang dipoles menjadi sebuah kisah. Aku berkaca, aku ini siapa. Aku hanyalah anak lelaki biasa. Berumur 19 tahun, mahasiswa teknik pula. Apalah dayaku yang hanya bisa menulis tanpa arah mengenai rancunya kehidupan yang kujalani. Apa menurutmu tulisan tangan dapat mengubah dunia di zaman sekarang? Untuk sesaat, jantungku berhenti berdetak.
Bumi berputar demikian cepatnya. Demikian cepatnya hingga aku melewatkan sejarah yang kini banyak dilupakan. Bagi mereka yang tidak pernah melihat sejarah, aku hanya dapat bersedih menyaksikan. Aku hidup diselimuti kebohongan. Ya, politik ini sudah mendarah daging dalam masyarakat sehingga segala sesuatunya disembunyikan. G.K. Chesterton menulis dalam dongengnya bahwa, "Jika seseorang memimpin dengan misteri, maka misteri tersebut adalah sebuah kedurjanaan". Aku hanya merenung. Misteri adalah sesuatu yang sangat tidak pasti dan akan menyebabkan spekulasi. Ia begitu dalam dan rentan sehingga disebut-sebut sebagai penipu ulung. Aku menatap diriku kembali dan aku menuntut kesejatian diri.
Buku sejarah telah mengalami banyak pengubahan yang dalam kesenyapannya membius dan meracuni Indra kecil. Aku membaca begitu banyak sehingga aku lelah untuk memutuskan siapa penerbit sejarah. Sejarah yang diceritakan oleh buku seringkali mengandung metafora yang beracun sehingga siapapun yang membacanya akan sakit dan lemas. Aku kembali ke perpustakaan yang sama pagi ini, dan aku melihat sebongkah kebohongan di depan mataku. Buku sejarah bangsaku dari masa Orde Baru. Entah mengapa, aku menjadi mual. Aku ingin muntah. Ya kawan, memuntahkan segala kesesakan di dadaku, karena racun kebenaran merupakan morfin yang sempurna untuk membuatku berspekulasi. Aku muak melihat semua buku sejarah itu. Namun, Indra hanyalah Indra. Aku mengambil buku itu dan membacanya.
Seperti yang kalian sudah tahu. Aku membenci politik, sehingga dengan kesederhanaanku, aku menyatakan bahwa politik adalah sesuatu yang licik. Jika politik dibuat untuk menampung aspirasi masyarakat, maka akan sangat menyedihkan apabila kalian melihat kenyataan dihadapanku. Di balik layar persegi panjang itu, kulihat malah politik yang menghancurkan. Aku menyaksikan sekumpulan orang yang mengaku berpendidikan saling beradu lidah tajam bagai anak yang tak makan bangku sekolah. Kulihat mereka yang saling mengejek, saling menjatuhkan kredibilitas dan harga diri. Aku muak dengan sekumpulan orang itu. Aku muak dengan mereka yang mengatasnamakan rakyat kecil demi mendapatkan simpatik dan bangku ratusan juta. Aku benci melihat mereka mengatakan harga diri ketika mereka sudah lama menginjak harga kemanusiaan. Ibuku sering berkata, "Urusi saja kehidupanmu, dan biarkan orang-orang dungu berkata semau lidah".
Jika politik membuatmu mual kawan, ketahuilah bahwa sejarah adalah racun utamanya. Aku hanyalah Indra, seorang mahasiswa teknik berusia 19 tahun. Aku hanya dapat menyaksikan dunia bergerak, tanpa tahu kapan ia berhenti sejenak.
"Karena aku lelaki terhormat dan makelar kopi." - Droogstoppel
Tidak ada komentar:
Posting Komentar