Hidup memang kadang sulit untuk dilalui, apalagi yang dinamakan masa kuliah. Masa kuliah buat gue bukan suatu hal yang mengagetkan, karena semua sama dan monoton semenjak badanku masih berbalut baju biru-putih. Aku merasa sedikit bosan dengan duniaku. Ibarat burung kenari, yang hanya menyanyi untuk pemiliknya saat dikurung dalam sangkar bertabur mimpi untuk bebas. Aku sedikit lega, karena di dalam diriku yang bertirai bambu, aku masih memiliki segenggam kegilaan. Ya, kegilaan hidupku dan cerita dibaliknya yang membuat diriku dapat memakai 1000 muka. Aku orang gila, namun, apakah semua manusia itu waras?
Sedari muda, sudah sifat alami manusia untuk belajar saling meremehkan, Indra muda terbiasa mendengar kutukan, makian, dan ancaman dari makhluk di sekitar hidupnya. Aku merasa bosan dengan tingkah manusia yang berusaha memahami padahal tidak tahu sama sekali. Manusia itu terlahir dengan bakat menyukai kebohongan. Segala hal di dunia manusia memang banyak ilusi. Bahkan satu hal yang sangat kucintai, mimpi.
Mimpi bukanlah hal yang dapat dinalar dengan kesadaran belaka. Bahkan aku ingin tahu apakah menjadi dosa apabila aku bermimpi menjadi tuhan dalam duniaku sendiri. Allah menciptakan tubuh dan pikiran fana ini untuk bermimpi, tapi salahkah bila aku bermimpi? Ilusi bukan hal yang mudah untuk kupahami, apa yang kau lihat, dengar dan rasakan dari orang lain bukanlah hal yang dapat benar-benar kau pahami. Aku sering melihat orang yang memakai topeng. Aku menyukai mereka. Manusia memanglah penipu. Mereka menipu diri mereka dan orang lain untuk menggapai mimpi. Semua kemungkinan terletak dibalik ilusi. Lalu apakah salahnya bila ilusi itu menjadi mimpi?
Mengejar pelangi mungkin adalah hal gila bagi segelintir makhluk berbadan tegak berkaki 2. Namun angkasa megetahui segalanya. Di usiaku yang hampir genap 20 tahun, aku masih rindu dibuai dalam lengan hangat mentari. Berlari diantara hujan dan angin, bersahutan ditengah badai dan petir. Aku merindukan kedua kaki kecilku, yang tetap bisa berlari tanpa henti sampai ke ujung ilusi yang berada di balik kolong langit. Surat singkatku kepada mentari yang bersinar diantara kesyahduan bumi. Hai ibu langit, kapan aku dapat bertemu dengan mimpiku yang engkau taruh di ujung pelangi indah ini?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar