Voice of The World

Voice of The World
"Merengkuh langit dan memeluk awan memang mustahil. Namun mimpi adalah hak setiap anak di muka bumi."

Minggu, 27 Maret 2016

Tiong Hoa : Hujan Pertama dan Benih Cinta

Bagi seorang pemuda berusia 15 tahun, amatlah senang saat kita memakai seragam putih kelabu. Hiruk-pikuk sekitar yang mulai menggerus tradisi kami alami sebagai pemuda Tionghoa. Di umur kami yang masih biji, kami dikelilingi kemurtadan tradisi. Diantara kami banyak yang mulai melupakan kegiatan berbau Tionghoa. Tahun 2011, kau akan mendapatkan sangat jarang remaja keturunan yang sembahyang ke klenteng dan membakar hio. Masyarakat Peranakan yang masih memegang kuat tradisi mulai kehilangan wajah di khalayak ramai. Kami disebut orang murtad oleh orang-orang Tionghoa yang menganut agama Monotheisme dari belahan bumi di bagian barat. Aku sebenarnya hanya bisa tertawa, memang konyol kawan. Harus kuakui bahwa banyak diantara kami yang berakhir menyembunyikan ke-Tionghoa-an kami agar dapat diterima di masyarakat luas. Kami mulai kehilangan jati diri kami. Namun hidup memang tidak ada yang tahu garis akhirnya. Di mata pemuda berumur 15 tahun, kami hanya tahu garis awal untuk langkah baru kehidupan.

Lin, Ma, Tan, Hong, dan aku menempuh pendidikan kami di sekolah yang 95% diisi oleh orang keturunan. Kalau kulihat buku sekolahku, tertera sebuah nama; Indra. Satu hal yang meyakinkan diriku bahwa aku orang Indonesia dan anak dari perut pertiwi khatulistiwa. Musim asmara memang menjalar dari banyak sisi pergaulan kami di Sin Hua Xue Xiao (SMA Bunga Bangsa). Kami berlima dikenal sebagai berandal yang selalu membuat onar karena kegilaan, pemberontakan, dan jiwa demonstran. Lin adalah orang terkaya di sekolah karena papanya merupakan seorang tauke Yen Wo (Sarang Walet). Ma merupakan seorang yang religius dan bersahabat dengan alam karena dibesarkan ajaran Buddha. Banyak wanita menangis dibuat Hong karena dukungan wajah tampan, tubuh atletis, dan gudang Ren Sheng (Ginseng) milik papanya. Tan adalah anak jenius yang lahir dari keluarga Sin She (tabib) dan keluarganya dikenal sebagai ahli akupuntur dan ramuan herbal. Sedangkan aku, yang sudah kubilang dikenal sebagai pemberontak berlidah tajam dan senang beradu tinju.

"Kapan kau akan mengajak kencan si Yanti itu, Hong?", Lin memulai. "Kau sudah sering menolak gadis rupawan demi anak pribumi itu. Kalau kau memang cinta, kenapa kau tidak berani?"

"Lin, jangan keras begitu. Kita semua tahu bahwa jika kau ingin berkencan dengan gadis itu, kau harus siap dihadapkan pada bapaknya," ujar Ma.

"Aku bukan takut menghadap bapaknya. Tapi.....", Hong mulai gusar. "Kudengar, kau harus disunat jika ingin bersama seorang muslim."

"Ya ampun Hong! Kau ini umur berapa? Sama ahli kungfu lain kau berani, masa sama pisau sunat kau takut?", Tan mulai tertawa.

"Jangan itu dulu yang kau pusingkan. Sebaiknya kau bersiap untuk menjual dirimu demi wanita itu", tanyaku hampa. "Hong, kau tau sendiri. Kau akan menjual dirimu sebagai seorang Tionghoa jika memilih gadis itu."

"Kubilang padamu, Luo. Aku akan menjadi kekasihnya tanpa menjual diriku," balas Hong. "Akan kubuktikan pada semesta bahwa cinta itu benar buta dan gila."

Ya, sudah kubilang dari awal, kami memang gila. Sebagai sahabat Hong tentu kami berusaha mendukungnya. Kami semua tahu, bahwa cinta itu hanya bisa dilihat dari tindakan. Kau tahu kawan, demikian pula dengan kami berlima, kami sedang jatuh cinta. Musim asmara biasanya ditandai dengan hujan pertama. Kau tahu, malam berbintang dengan awan berarak melewati bulan purnama. Ini malam Imlek, dimana bulan bersinar jingga menghadap mata.

Masa muda memanglah hidup diantara kami. Diantara kejanggalan mimpi ilusi dan kenyataan mimpi, aku terbelalak. Seorang gadis berkulit gelap hadir di klenteng malam itu. Dari awal aku melihatnya, aku dapat menebak dengan jelas. Peranakan. Ya, gadis berkulit sawo itu hadir membawa kertas sembahyang dan pendupaan. Aku lebih kaget lagi, Hong menggandeng tangan gadis itu.

"Yanti? Untuk apa kau datang kemari?", tanyaku.

"Eh? Aku tidak boleh pergi sama pacarku ya?" Yanti tersipu. "Hong! Kau janji akan memberitahu mereka! Buktikan kejantananmu!"

"Kami memutuskan untuk menjadi kekasih. Aku akan mengajari dirinya seluk beluk kehidupan orang keturunan," jawab Hong pasti.

Lin, Ma, Tan, dan aku yang sedang duduk menyantap bakpao tertawa.

"Kau memang gila Hong, tidak salah kau menjadi kakak pertama ya?", Lin tertawa.

"Kau tunggu apa lagi Yanti, duduklah. Meja ini kosong. Nih, kuambilkan bakpao kacang tanah buatmu", aku tertawa.

"Sekarang kita bisa memanggilmu Mbak Hong?", gurau Tan.

"Hei Hong! Kau berhutang pajak jadian sama kami!", Ma tertawa.

"Hah! Kok harus aku?", Hong bercanda. "Kau yang bayar Yanti."

"Kau kan lelaki di sini! Bayar lah!", ketus Yanti.

Malam itu, hujan turun dengan derasnya. Satu diantara mimpi Hong mulai terjawab. Doanya yang sama kepada para Kong Co terkabul. Dia bahagia ada Yanti disisinya. Setidaknya untuk malam itu. Cinta memang membuat apapun menjadi tertlihat gila. Hong dan Yanti masih merahasiakan alasan mereka bersama. Setidaknya, semua akan dijawab. Cepat atau lambat. Mereka bisa menyimpan rahasia, namun burung kecil dapat bercerita.

Sabtu, 26 Maret 2016

Tiong Hoa : Musim Asmara

Tidak perlu engkau tanyakan lagi kawan, aku Tiong Hoa. Lahir diantara hiruk-pikuk Indonesia pada tahun 1996 di kota Dewi Kili, Kediri. Aku memiliki sejarah keluarga yang cukup unik. Ya, sangat unik bahkan membuat diriku bahkan tercengang saat mengetahui siapa aku dan darah yang mengalir dalam sanubari berumur 20 tahun. 
Luo Zhi Xiang
- Maret 2016-

Sang ayah merupakan pemuda bermarga Luo yang berasal dari kota Medan. Papa merupakan seorang Tionghoa yang lahir dari ayah seorang Cina-Jepang dan ibu Peranakan Melayu. Konon, kakekku merupakan seorang tabib dan guru kungfu belalang tujuh bintang (Qi Xing Tang Lang Quan) yang berasal dari Shan Dong, Cina Timur. Nenek adalah seorang wanita anggun yang saat ini masih sedikit pengetahuanku mengenai dirinya.

Sang ibu merupakan gadis desa yang lahir di tengah kerumunan pribumi Jawa. Mama merupakan seorang keturunan Cina-Jawa. Ya, sangat jelas terlihat karena mama yang berkulit putih sangat mirip orang keturunan dibandingkan pribumi. Konon, mama merupakan keturunan dari keluarga bangsawan Keraton Demak yang menyingkir ke Kediri.

Sedari kaki ku masih dekat dengan tanah, aku bermain diantara orang pribumi Jawa. Mereka Muslim, dan aku merupakan seorang Konfusian tulen. Hiruk pikuk tahun 1998 jelas sekali di depan mataku yang belum genap 2 tahun. Diantara desas-desus pembantaian orang Tionghoa, Indra kecil masih dapat bermain petak umpet diantara kerimbunan bambu hijau dan padi muda di sawah berlumpur di belakang rumah. Berlumur lumpur berwarna coklat Van Houtten, kau dapat menyaksikan sekumpulan anak bermain di sungai kecil, melompat ke dalamnya mencari yuyu. Tentu saja, diantara kawannya yang semanis karamel, kulit bayiku tampak seperti susu. Ada rasa bangga dalam benakku saat disebut anak singkong oleh kawanku sekarang.

Jikalau aku merenung, aku masih ingat dengan sangat jelas suasana pinggir sawah itu. Itulah masa dimana kau masih menyaksikan kerbau menggarap sawah dan televisi masih sebesar 1 jengkal. Aku tumbuh besar di Jakarta, menghabiskan 12 tahun di sana membuatku jadi pribadi yang cukup berbeda diantara kawan sesama Tionghoa.

"Luo, kau gila atau kurang waras? Mengajakku main ke tempat pribumi? Bisa mampus aku kalau ketahuan papa", kata kawanku Hong. "Kau pikir 2 kali kalau mau main ke rumah pribumi. Kenapa harus datang sendiri kalau bisa suruh orang lain?"

"Alah, jangan macam banci kau. Aku tahu kau senang sama gadis pribumi itu. Jangan kau kira kami tidak tahu kedekatanmu dengan Yanti, anak security itu", ledekku dengan seringai konyol.

"Tenang kawan, kami tahu kau ingin menyatakan perasaanmu tapi takut sama bapaknya yang berotot tapi Haji itu bukan? Jangan takut, ada aku, Lin, Luo, dan Ma yang siap membantu melawan," Tan mulai tertawa.

"Kalau kau dapat cinta gadis pribumi itu, kau berhutang 4 mantau tausa hitam untuk kami. Tapi kalau harus adu pukul dengan bapaknya yang macam badak itu, kau harus ganti dengan bakmi Yie-yie A-Phin", Ma mulai lagi sikap tauke-nya.

"Ini bukan masalah dia tidak cinta atau bukan. Sudah kita Cina, bukan muslim pula! Mana mungkin bisa bersama pribumi? Kau tidak ingat ajaran kita? Pantang sama pribumi!", Lin mulai pucat diantara kegilaan kami yang menggebu.

Luo Zhi Xiang
&
Luo En Jia
- Oktober 2006 -
Ya kawan, inilah situasi yang terjadi diantara keturunan Tionghoa. Kami yang lahir sekitar tahun 1996 tidak memiliki rasa benci atau iri terhadap kaum pribumi. Diantara kami yang lahir pada usia sedemikian rupa ditanamkan rasa takut dan dendam dari masyarakat Tionghoa yang menjadi keganasan 1998.  Sedari kecil kami dihantui rasa takut akan pribumi yang dikisahkan sebagai pemeras, pencuri, pembunuh, dan pemerkosa. Masa muda para Tionghoa muda berada pada titik dimana mereka mulai menjadi pembenci kawan sebangsa Indonesia. 

Tahun 2011, benih cinta memang banyak tersebar diantara kami para bujang yang senang pada gadis pribumi. Sudah hampir 13 tahun berlalu, namun mimpi buruk 1998 tetap segar dan hangat dibicarakan. Kami yang muda hanya dapat menimbrung dan terbuai dalam dongeng keji yang kelam. Aku, Hong, Tan, Lin, dan Ma hanya sebutir pasir diantara kaum Tionghoa Indonesia. Kami masih muda, namun akar kegilaan sudah menjalar dalam kalbu. Sesungguhnya kawan, kami berlima memiliki kisah cinta berbeda dengan gadis pribumi. Kami berada di dalamnya terbuai dan dimanja oleh waktu yang fana.

Senin, 21 Maret 2016

Surat Kepada Mentari



     Hidup memang kadang sulit untuk dilalui, apalagi yang dinamakan masa kuliah. Masa kuliah buat gue bukan suatu hal yang mengagetkan, karena semua sama dan monoton semenjak badanku masih berbalut baju biru-putih. Aku merasa sedikit bosan dengan duniaku. Ibarat burung kenari, yang hanya menyanyi untuk pemiliknya saat dikurung dalam sangkar bertabur mimpi untuk bebas. Aku sedikit lega, karena di dalam diriku yang bertirai bambu, aku masih memiliki segenggam kegilaan. Ya, kegilaan hidupku dan cerita dibaliknya yang membuat diriku dapat memakai 1000 muka. Aku orang gila, namun, apakah semua manusia itu waras?

     Sedari muda, sudah sifat alami manusia untuk belajar saling meremehkan, Indra muda terbiasa mendengar kutukan, makian, dan ancaman dari makhluk di sekitar hidupnya. Aku merasa bosan dengan tingkah manusia yang berusaha memahami padahal tidak tahu sama sekali. Manusia itu terlahir dengan bakat menyukai kebohongan. Segala hal di dunia manusia memang banyak ilusi. Bahkan satu hal yang sangat kucintai, mimpi.

     Mimpi bukanlah hal yang dapat dinalar dengan kesadaran belaka. Bahkan aku ingin tahu apakah menjadi dosa apabila aku bermimpi menjadi tuhan dalam duniaku sendiri. Allah menciptakan tubuh dan pikiran fana ini untuk bermimpi, tapi salahkah bila aku bermimpi? Ilusi bukan hal yang mudah untuk kupahami, apa yang kau lihat, dengar dan rasakan dari orang lain bukanlah hal yang dapat benar-benar kau pahami. Aku sering melihat orang yang memakai topeng. Aku menyukai mereka. Manusia memanglah penipu. Mereka menipu diri mereka dan orang lain untuk menggapai mimpi. Semua kemungkinan terletak dibalik ilusi. Lalu apakah salahnya bila ilusi itu menjadi mimpi? 
   
    Mengejar pelangi mungkin adalah hal gila bagi segelintir makhluk berbadan tegak berkaki 2. Namun angkasa megetahui segalanya. Di usiaku yang hampir genap 20 tahun, aku masih rindu dibuai dalam lengan hangat mentari. Berlari diantara hujan dan angin, bersahutan ditengah badai dan petir. Aku merindukan kedua kaki kecilku, yang tetap bisa berlari tanpa henti sampai ke ujung ilusi yang berada di balik kolong langit. Surat singkatku kepada mentari yang bersinar diantara kesyahduan bumi. Hai ibu langit, kapan aku dapat bertemu dengan mimpiku yang engkau taruh di ujung pelangi indah ini?

Jumat, 04 Maret 2016

Indra's Extra-ordinary Jobs



Lots of people say things like “Life is an adventure. Believe it or not, your daily life is a journey. It is your turn to overcome and see the world”. These words seem right for me. As you know, people who knows the job the best is the workers. That is because they know what they are doing better than anyone who just know the job but never has experience in that kind of job. Yes, in this case, I dreamed a lot of becoming an adventurer. But I am not going to be an adventurer like those in Indiana Jones films. My adventure is all about martial arts. This may sounds crazy, but this is me. If you asked me why I chose adventurer as my extra-ordinary job, I can give you a good explanation about it. But a job depends on each person. Different people must have different dream job although some of them may find that their passion for a job is same.

Being an adventurer who wants to masters one kind of martial art is quite easy if you asked me. But I wonder what will you said if my adventure starts with trying all sub division of that martial art? My crazy dream is to know and understand most of unique sub division of Wushu, the traditional martial art that origin comes from the mountains of China. I have passion about this martial art if you asked. Some of my friends knew that I master some kinds of contemporary martial arts, but most of them did not know that my art comes from the mix of traditional arts. My passion of Wushu let me jump into martial arts world where I can start my adventure in training many arts apart from the contemporary one. After understanding about how those martial arts work in real life and the benefit of practicing those arts, I think about publishing a book that tells my adventure or a book that tells people how a martial arts can enhanced our health. I am quite good in writing things I guess, but I need a lot of improvisation. In my mind, when you have a passion for a job, you will do anything for that job. It is not because what you already know, it is about things that you loved a lot. “Money is not the most important thing in a career, but it is about your passion in the job”, my father said. I agree with this because in my mind when you have the passion, you will do the job with the most of your heart, and from that, money will come right up to you. I start my career from passion and that passion will not let me down. I believe that.

     Being an adventurer is suitable for me. I am a freelancer. I am pursuing experience in life. I am pursuing the knowledge about how to survive in this radical-liberalist era. I am not the type of a person who can sit down and doing things that people asked me for. I am the one who pursue freedom and happy life. And I will not let anyone put me in some sort of cage. I want a job that makes me doing things I loved a lot without pressure. I think an adventurer’s working condition is the best job you can think of if you are the same freedom pursuer as much as I do. If you become an adventurer, you can work wherever you want, whenever you desire, without any pressure. Still, if you are doing a research for government or company, you will be under pressure because your research takes a lot of money. But if you are doing the research on your own cost, and after it is finished you can sell your knowledge and experience to people by writing books. I think Andrea Hirata and his Rainbow Troops tetra logy (Rainbow Troops, Dreamer, Edensor, and Maryamah Karpov) might be a good example for it. As for me, experience is the best teacher in the world. If you learn from your experiences, you will find yourself grow up day by day. My family and my society did not teach me about how to become a wise person. The experience itself makes me the one you know now. The best working conditions for a job is the one that can teach about how to become a person. Being an adventurer will let me know how to overcome many hardships I will face in reality. Still, freedom in pursuing a career is my number second list nowadays.

        This is the topic that I hated to talk the most. It is all about money. When we are talking about a job, the first thing that will sneak into our mind is “How much payment I will get if I choose this path for a career”? Yes, it is obvious if we do a job for getting the payment. But is this important? Yes, this is quite important. If you did not have the money you need, you will not be able to continue living in this high-materialistic world. I do want to become a rich man. But money is not that important for me. I know we need money to supply our lives with goods we need by using money for exchange. But it is different if you are an adventurer. An adventurer lives by using they could get for free and provided by the nature. Adventurers learn about how to survive without using money instead using resources they could gather in their surroundings. So, adventurers can live without money but they also need money in case they were in an urgent errand. Adventurers need money to buy laptops for typing their experience, and tools they need to survive in the wilderness. Yes, even the most reliable person need money to survive, but I am still thinking about it.

         Being an adventurer is my extra-ordinary dream job. Personally, I want to work in an industry that focused on research and development. Doing things that you want sounds enjoyable, but doing things you can gives you a lot of benefits. From my point of view, adventure can start in many ways. Adventure is not about living in the wild and survive the day. Adventure is about doing something with passion and understands how it benefits you.  There is a lot of adventure you can find in many jobs. Maybe I talked a lot about being an adventurer who can survive in the wildness of world at the last three paragraphs above. But the real thing that I want to say is if you want to do a job, you have to do it with passion. If you already choose a job, you have to give all of you heart for the job. If you are doing a job, you have to do it willingly and never give up whether there are many hardships that you may encounter.  And if you have finished the job, you will have to know that all of experiences and benefits you get start from believing that you can do the job. Choosing a career is easy, but doing the job you get in the career is not as easy as you could imagine. It is already night when I wrote this essay. And I am still wondering if I want to become an adventurer or anyone else. As far as I can say, the most important point in choosing the path of a career starts with understanding who I really am. Thank you for the time, good night, I will see you tomorrow in Campus Fair.